AYO BERBURU BEA SISWA
Beasiswa tidak terbuka untuk mereka dengan prestasi akademik gemilang saja, Bright Friends. Banyak cara untuk meraih kesempatan beasiswa sesuai dengan kualifikasi yang Anda miliki. Bagaimana caranya?
Pendidikan yang tinggi dipercaya dapat mengubah masa depan seseorang menjadi lebih baik. Hanya saja, mendapatkan akses pendidikan tinggi yang baik tidaklah murah. Selain biaya masuk, seorang mahasiswa baik itu mahasiswa jenjang S1, S2 maupun Doktoral mau tidak mau mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membeli buku dan melakukan penelitian.
Beasiswa adalah salah satu solusi tepat untuk mengatasi masalah finansial para mahasiswa. Selain meringankan beban finansial, jika berhasil mendapatkan beasiswa tentu akan memberi nilai tambah bagi resume Anda. Siapa sajakah lembaga yang mau memberikan bantuan beasiswa? Simak tips berikut ini sebelum Anda “hunting”!
Beasiswa dari universitas
Biasanya banyak universitas baik di dalam maupun luar negeri yang menyediakan beasiswa untuk mahasiswa baru. Jadi, sebelum mendaftarkan diri di universitas yang Anda tuju, ada baiknya untuk bertanya apakah universitas tersebut memberikan beasiswa untuk mahasiswa baru.
Ada beberapa pertimbangan yang diajukan pihak universitas sebelum menerima Anda sebagai peserta beasiswa. Masing-masing universitas, fakultas dan jurusan biasanya memiliki syarat yang berbeda-beda. Ada yang mengutamakan prestasi akademik dengan batas nilai minimum, ada juga yang pertimbangannya berdasarkan status ekonomi pelamar beasiswa.
Tapi ada juga universitas yang mempertimbangkan pemberian beasiswa karena prestasi non-akademik seperti ekstrakulikuler yang Anda ikuti. Misalnya, secara akademik prestasi Anda tidak begitu baik, tapi Anda handal dalam cabang olahraga basket.
Setiap tahunnya, peraturan mengenai hibah beasiswa dari universitas biasanya berbeda-beda. Beberapa univeritas menawarkan beasiswa sejak awal kuliah, tapi beberapa menawarkan beasiswa hanya pada mahasiswa tingkat tertentu. Namun tak jarang juga universitas yang menawarkan beasiswa penuh (full time) untuk program atau jurusan tertentu setiap tahunnya. Sebaiknya berkonsultasilah dengan academic advisoragar Anda mendapat keterangan yang lebih jelas mengenai syarat dan ketentuan beasiswa.
Beasiswa dari pemerintah
Jika pihak universitas tidak menyediakan program beasiswa, Anda bisa beralih pada program beasiswa yang dicanangkan oleh pemerintah, baik dalam negeri maupun luar negeri. Biasanya beasiswa dari pemerintah lebih spesifik jenisnya, berdasarkan prestasi ataupun kebutuhan penerima beasiswa.
Banyak beasiswa dari pemerintah yang ditujukan untuk mereka yang tidak mampu, misalnya untuk mereka yang tinggal di daerah terpencil, perempuan, mahasiswa yang menderita cacat fisik, atau memang benar-benar tidak mampu secara finansial.
Beasiswa untuk program master dan doktoral juga banyak diberikan oleh pemerintah. Hanya saja persaingannya sangat ketat. Namun begitu beasiswa ini patut dicoba, sebab dana yang diberikan seringkali mencakup semua total biaya kuliah hingga Anda lulus. Konsultasi dengan academic advisor untuk mencari tahu apakah Anda memenuhi syarat untuk ikut serta dalam program beasiswa yang ditawarkan pemerintah.
Beasiswa dari perusahaan swasta
Jika Anda baru lulus sekolah menengah atas dan ingin mencari beasiswa untuk melanjutkan jenjang S1, tanyakan pada orang tua apakah perusahaan tempat mereka bekerja menawarkan program beasiswa untuk anak pegawainya.
Begitu juga dengan Anda yang sudah bekerja, tanyakan kepada HRD apakah ada kemungkinan untuk mendapatkan beasiswa untuk karyawan.
Beasiswa dari yayasan
Universitas dan perusahaan swasta bukanlah satu-satunya sumber beasiswa. Anda bisa juga mencoba beberapa charitable foundation dan beasiswa dari perorangan. Biasanya beasiswa ini tidak hanya berlaku untuk tujuan belajar di dalam negeri, tapi juga luar negeri.
Seperti halnya beasiswa dari pemerintah, beasiswa yang diberikan oleh charitable foundation ditujukan untuk mereka yang kurang beruntung atau specific target. Terkadang beasiswa jenis ini hanya menawarkan beasiswa program pendidikan tertentu untuk calon mahasiswa dari daerah yang belum dianggap maju. Tapi, beasiswa dari charitable foundation ini juga tidak menutup kemungkinan untuk mereka yang aktif berorganisasi atau aktif dalam melakukan kerja sosial.
Jangan ragu-ragu : segera daftar!
Seperti halnya sekolah, sertiap beasiswa juga memiliki gengsi tersendiri. Jangan ragu untuk mendaftar beasiswa yang peminatnya sedikit, atau hanya menawarkan biaya pendidikan yang tidak banyak. Untuk mengatasinya, daftarlah beberapa beasiswa sekaligus, agar dana pendidikan yang terkumpul mencukupi seluruh biaya yang Anda butuhkan untuk melanjutkan studi.
Lakukan riset, baca syarat dan ketentuan beasiswa dengan jelas sebelum mulai mendaftar. Jangan berkecil hati sebelum mencoba, karena beasiswa tidak melulu ditujukan untuk mereka yang memiliki prestasi akademis sempurna. Talenta dan bakat Anda pun bisa saja menjadi modal utama untuk meraih beasiswa impian. Selamat berburu beasiswa. (Sumber Brighter Life)
BEASISWA ITU MUDAH DIRAIH KOK ...
Beasiswa itu mudah. Wah, kelihatannya enteng sekali mengatakannya. Namun, ini justru menjadi keyakinan Ratnasari Dewi setelah perjalanan panjang meraih beasiswa.
Beasiswa itu mudah bagi Anda yang memang menaruh komitmen besar untuk melanjutkan studi dengan beasiswa di luar negeri dan di dalam negeri. Pasalnya, menurut Dewi, hanya mereka yang berkomitmen besar yang akan mencurahkan fokus dan energinya untuk menemukan jalan menuju cita-cita yang diimpikan.
Tulisan ini disusunnya pada tahun 2010. Namun, perjalanan panjangnya bisa menjadi wawasan baru bagi Anda yang bercita-cita melanjutkan studi di luar negeri dengan beasiswa. Jangan mudah menyerah!
"Ih Wi, hebat banget si loe bisa dapat beasiswa!!!"
Ucapan itu keluar dari setidaknya dari beberapa orang ketika mendengar saya mendapat beasiswa Fulbright untuk melanjutkan S2 ke Amerika. Beberapa orang mengucapkan selamat sambil terus bilang kata-kata di atas.
Buat saya, mendapat beasiswa adalah hal yang lumrah saja karena selama Indonesia masih menjadi negara berkembang (baca: negara dunia ketiga), negara-negara maju akan memberikan bantuan beasiswa ini. Jadi, kalau gigih berjuang dan cerdas berusaha, beasiswa hanya tinggal masalah waktu.
Untuk saya begitu. Tidak banyak orang yang tahu bahwa ini adalah percobaaan ketujuh saya untuk mendapat beasiswa. Setelah mendapat enam kali pelajaran berharga, saya akhirnya lulus juga. Dan tidak tanggung-tanggung, saya mendapatkan beasiswa yang selama ini dianggap orang sangat prestisius dan susah. Bangga? Tentu saja. Keluarga dan suami saya masih terus memperlihatkan betapa bangganya mereka. Tapi setelah itu, lama-lama saya anggap beasiswa ini adalah amanah Tuhan yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Karena bukan main-main mendapat beasiswa. Saya punya tanggung jawab moral untuk kembali ke tanah air dan mengamalkan ilmu yang saya dapat di belahan bumi Tuhan yang lain.
Beasiswa pertama yang mengirimkan surat tolak adalah beasiswa Chevening ke Inggris. Saya sudah dipanggil wawancara, tapi saya belum berhasil. Yang kedua adalah ADS ke Australia. Surat penolakan itu datang lagi. Gondok? Bisa jadi begitu. Tapi karena kata gagal sudah tidak ada lagi dalam kamus hidup saya, saya tersenyum saja dan bilang dalam hati, “Wi, ini hanya masalah waktu.” Ketiga kalinya saya coba lagi Chevening. Malah lebih parah. Saya tidak dipanggil wawancara. Hahaha. Tertawa saya waktu itu. Saya lalu coba lagi ADS. Datang sebuah pemberitahuan bahwa ada surat datang ke kantor pos yang harus saya ambil. Begitu surat sampai di tangan saya, jelas-jelas tertulis, “Anda belum beruntung.”
Karena saya sudah siap mendapatkan surat tolak, saya biasa-biasa aja. “Baru empat kali,” saya berujar. Di mailing list Beasiswa, orang-orang ada yang mencoba sampai 15 kali baru berhasil. Jadi kalau baru empat kali dapat surat tolak, ini belum ada apa-apanya.
Saya menganggap yang paling hebat adalah orang yang bisa membiayai sekolahnya sendiri. Saya belum sanggup membayar mahal untuk sekolah di luar negeri. Ini membuat saya menjadi “pengemis intelektual”. Tapi buat saya, kalau ini memang caranya saya bisa memajukan bangsa, akan saya lakukan juga. Percobaan kelima adalah beasiswa Norad ke Norwegia. Saya gagal karena Universitas Padjadjaran tempat saya belajar dulu tidak punya kerjasama dengan UIO di Norwegia. Ah sudahlah. Masih banyak jalan menuju Roma. Saya percaya itu.
Selidik punya selidik, ada beasiswa ke Swedia. Saya sudah mulai menyusun strategi karena sudah pernah 5 kali dapat surat tolak. Intinya, pasti ada yang saya belum kuasai, sehingga saya belum bisa diterima. Betul sekali, bahwa saya mendapat surat tolak keenam kalinya. Saya ingat sahabat baik saya Tomi Haryadi. Dia mendapat beasiswaStuned ke Belanda, lalu Fulbright Humphrey ke Amerika. Dia selalu bilang, “Wi, ayo. Sedikit lagi.” Saya kagum karena Tomi tidak pelit ilmu. Dia memberikan kepada saya tip-tip dan juga memberikan saya contoh-contoh Study Objective dan Personal Statement yang kira-kira bisa menarik perhatian para pemberi beasiswa. Ini yang membuat saya sadar, bahwa rezeki Tuhan tidak kemana. Tomi ingin saya, dan banyak kawan-kawannya mendapat beasiswa. Jadi tanpa pelit, dia membagi ilmunya.
Selanjutnya, saya melihat ada beasiswa Tsunami Fulbright yang khusus diberikan untuk putra-putri Aceh. Saya pikir, saya pasti tidak bisa karena saya bukan berdarah Aceh, jadi saya mau mendaftar yang regular saja. Namun ketika saya konfirmasi ke Aminef (organisasi yang bekerja erat dengan Fulbright), mereka bilang kalau kerja di Aceh maka bisa mencoba. Jadi saya pikir kenapa tidak.
Dengan gegap gempita, saya mendaftar. Belajar dari enam kali surat penolakan, kali ini saya minta supervisor saya di kantor untuk mencek Study Objective yang saya buat. Dia mementor saya. Beberapa waktu berlalu. Saya hampir lupa saya mendaftar beasiswa sampai kawan saya bilang beberapa kawannya sudah mendapat kabar dari Fulbright. Saya lantas membuka email khusus yang saya buat untuk mendaftar beasiswa. Saya melihat ada email yang bilang bahwa saya maju ke babak selanjutnya. Saya harus merevisi Study Objective dan membuat Personal Statement. Saya langsung menghubungi lagi supervisor saya. Tinggal empat hari waktunya. Tapi saya yakin, kalau rezeki, tidak akan kemana.
Singkat cerita, saya diterima. Puji Allah yang Mahaesa. Saya akan ke Amerika. Waktu berangkat masih sekitar 8 bulan lagi ketika saya harus rajin mengurus-urus administrasi.
Yang bisa saya bagi adalah bahwa beasiswa itu mudah. Yang membuat susah hanyalah pikiran kita saja yang sering kalah sebelum berperang. Yang membuat susah hanyalah rasa malas mengurus berkas dan menunda-nunda pekerjaan. Saya dulu cuti dari kantor di Banda Aceh dan bela-belain ke Bandung mengurus transkrip. Mahal sekali ongkosnya. Tapi karena saya mau, maka saya lakukan juga. Beberapa kawan beralasan jarak, tidak ada waktu, dan segala-gala rupa. Tapi semua orang punya waktu 24 jam, baik itu saya, Pak Jusuf Kalla, Presiden Obama. Tinggal masalah prioritas atau tidak.
Beberapa orang malas ikut karena ribet harus riset mau sekolah dimana. Tapi jangan-jangan mereka lupa, bahwa tidak ada yang pakai proses di dunia ini. Kalau malas, bagimana mau dapat. Berikutnya, beberapa orang malas ikutan tes TOEFL atau IELTS. Alasaannya karena beberapa tes diadakan di hari Sabtu, di kala libur akhir pekan. Saya ingat sekali. Saya dan seorang kawan (yang juga keterima Fulbright) datang jam setengah 8 pagi untuk ikut tes TOEFL di hari Sabtu. Bisa kok, kalau mau.
Saya pernah membuat presentasi yang saya perdengarkan di Universitas Syiah Kuala dan IAIN Ar-Raniry. Waktu itu yang datang tidak banyak. Entah kenapa, tapi saya curiga karena mereka menganggap beasiswa itu susah. Berikut saya kutipkan beberapa tips yang pernah saya lakukan dan berhasil:
1. Tahu jurusan apa yang kita mau
Bisa dilakukan dengan cara browsing, ngobrol dengan: yang pernah sekolah, dosen, supervisor, dst, baca banyak buku: Kiat Mendapatkan Beasiswa (bisa dibeli di milis beasiswa), dan ikut milis beasiswa, seperti beasiswa@yahoogroups.com.
2. Tahu jenis-jenis beasiswa
Pengalaman saya mengatakan bahwa ada orang-orang yang terlihat semangat mendaftar beasiswa tapi tidak tahu beasiswa yang ditawarkan itu apa saja. Banyak yang cuma tahu Chevening, ADS, Fulbright, tapi ada yang tidak tahu ada beasiswa USAID, NZAID, dan banyak lagi (ini soalnya males mencari dan nunggu disuapi). Bahkan ada beasiswa yang langsung dari universitas. Ada yang bahkan tidak tahu kapan deadline-nya. Beberapa juga suka mengerjakan semua syarat-syaratnya di waktu-waktu terakhir alias last minute. Saya yakin sekali, usaha itu akan mempengaruhi hasil. Jadi kalau tidak mau investasi waktu, yah siap-siap mendapat surat tolak.
3. Gagal itu tidak ada
Saya sudah lama tidak punya kata GAGAL dalam hidup saya. Yang ada hanyalah belum saatnya, belum rezeki, masih disuruh belajar sampai bisa. Jadi buat saya ini hanyalah persoalan keteguhan hati, dan stamina. Saya berangkat di percobaan ketujuh, ada yang sampai 10 bahkan 15 kali baru bisa. Bukan persoalan hebat, tapi persoalan proses orang yang berbeda-beda.
4. Jangan takut bersaing
ini saya suka sebel. Karena ingin bersaing, menggunakan cara-cara yang tidak sehat. Banyak orang yang pelit berbagi informaasi dan ilmu. Padahal, dapat beasiswa ini faktor usaha cerdas dan kasih sayang Tuhan. Saya rajin sekali membagi-bagi Study Objective dan Personal Statement saya untuk dijadikan contoh. Bisa kontak email kalau mau. Karena saya mau semua orang maju. Ga seru maju dan pinter sendiri.
5. Improve your English. Tingkatkan kemampuan berbahasa Inggris
Ini berlaku kalau mau sekolah ke negara dengan Inggris sebagai bahasa pengantar. Perlu diingat bahwa TOEFL dan IELTS juga cuma alat ukur. Yang paling penting adalah paham yang bisa didapat dari berlatih, berlatih, dan berlatih. Saya dulu beli buku TOEFL dan IETLS, dan saya berlatih sendiri. Bila tidak mengerti, saya tanya dengan orang-orang yang mengerti.
6. Sekolah dimana enaknya?
Kembali kepada tips pertama. Rajin-rajin ngobrol. Karena banyak universitas di luar negeri itu bagus-bagus. Tinggal memilih sekolah yang punya spealisasi, karena mereka pasti akan mengembangkan ilmu dengan riset-riset terdepan. Dan yang pasti, tinggal bagaimana kita belajar saja.
7. Selamat datang sukses
Banyak orang siap tidak berhasil, tapi tidak siap ketika sukses. Buat saya penting untuk menyiapkan diri untuk sukses. Saya baru saja menikah ketika saya mendapat beasiswa. Tapi suami saya luar biasa. Dia bilang bahwa saya harus berangkat. Saya persiapkan diri saya dan dia untuk berpisah sejenak. Saya persiapkan orang tua saya yang tidak muda lagi untuk melihat anaknya pergi jauh. Saya siapkan adik-adik saya yang akan tidak melihat kakaknya untuk jangka waktu yang relatif lama. Saya siapkan kawan-kawan saya bahwa saya bisa jadi tidak bisa ada ketika mereka butuh seperti biasanya. Untuk saya, sukses juga berarti siap untuk terus rendah hati. Karena seperti yang pernah saya bilang di atas, tidak ada hebatnya mendapat beasiswa. Semua orang bisa dapat, tergantung usahanya. Jadi yang sombong, ke laut saja.
8. Jangan lupa pulang ke tanah air. atau kalau ingin menetap di luar, berjuang terus untuk Indonesia
Ini cuman sedikit saran saja. banyak yang setelah sekolah memang memilih tidak pulang. saya tahu ini pilihan, dan saya tidak bisa intervensi pilihan orang lain. Namun, Indonesia masih sangat butuh ilmuwan-ilmuwannya kembali membangun. Pemerintah mungkin kurang apresiastif, tapi masyarakat yang miskin dan yang harus dibantu masih banyak sekali. dan saya yakin, dengan memilih terus berjuang untuk tanah air, dimanapun kita berada, akan sangat bermanfaat.
Begitulah. Saya sekarang sedang sekolah di Clinton School of Public Service di kota kecil bernama Little Rock di Arkansas. Saya belajar pelayanan publik di sekolah Presiden Clinton. Banyak orang mencibir saya kok mau sekolah di kota kecil. Tapi buat saya, yang penting adalah bahwa saya tahu saya mau memahami pelayanan publik, dan sekolah ini punya spealisasi itu. Saya juga punya etos belajar yang kuat. Mau dilempar dimana saja, saya akan bisa belajar. Sejauh ini, saya sudah bertemu banyak orang hebat karena bersekolah di sekolah ini. Setidaknya, saya bertemu Hans Blix, utusan PBB yang mencari senjata pemusnah massal di Irak, Presiden Clinton, dan Menlu AS Madeline Albright. Saya mungkin tidak masuk ke 10 besar sekolah di Amerika, tapi pengalaman hidup dari luar sekolah juga tidak bisa dinafikkan. Insya Allah, ini semua pasti bisa saya bagi ke Indonesia kelak. (Sumber Kompas : Ratnasari Dewi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar